Minggu, 07 Oktober 2012

Horas jala gabe (king arthur)

manari tor-tor/parisswisslondon.blogspot.com

Musisi senior Harun Situmeang mengkhawatirkan perubahan jatidiri yang terjadi pada perantau-perantau Batak. Menurutnya, banyak orang muda Batak yang malu mengakui sebagai orang batak. Terutama mereka yang telah tinggal dan bermukim di kota-kota besar seperti Medan dan Jakarta. Hal ini dapat terlihat dengan jelas, setidaknya dari penggunaan marga maupun bahasa.

Mantan personil trio Melody King ini membandingkan pada masa lalu ketika sumpah pemuda diproklamirkan. “Saat itu orang muda Batak, tidak malu-malu menunjukkan identitas diri sebagai Jong Batak,” ujarnya dilansir jpnn.

“Tapi kini masalah jatidiri ini, sepertinya telah begitu mengkhawatirkan,” ungkapnya.

Harun sangat mendorong dan mengapresiasi jika ada orang-orang muda yang mau peduli. Walau sekecil apapun kontribusi yang ada, menurutnya itu sudah lebih dari cukup untuk menggugah. Semisal dengan menggelar festival lagu-lagu Batak khusus bagi orang-orang muda. Maupun membentuk komunitas seperti organisasi Naposo Bulung Jakarta (Nabaja) dan Paguyuban Siantar Man.

“Banggalah menjadi orang Batak,” ujarnya. Sebab Batak merupakan identitas diri yang telah melekat sejak dari nenek moyang yang tidak dapat dilepaskan, meskipun kita tidak mau mengakuinya.

Apalagi Batak sendiri merupakan identitas yang telah mendunia. Cukup banyak orang batak yang cukup sukses hingga ke mancanegara, namun tetap mengakui dirinya sebagai orang Batak.

“Saya berharap segelintir komunitas orang muda Batak yang ada saat ini, mampu mengembalikan jatidiri orang Batak yang sebenarnya di tengah-tengah orang muda. Tetaplah berpegang pada visi-misi dengan tulus. Dan jangan jangan layu sebelum berkembang,” pungkasnya penuh harap.

Horas jala gabe ma di hita saluhut na… Jiaaahhh… Gaya saya… Eh, tapi tulisan ini hadir dari keusilan saya saat searching di google mengenai bataklah pokoknya. Dan saya miris ketika saya harus melihat salah satu blogger memposting banyak tulisan mengenai kemiderannya menjadi orang batak. Ah, menurut saya artikelnya bikin saya panas dingin dan lagi artikelnya itu mutar-mutar ga karuan. Terkadang dia bilang, “Saya sedang tidak melabeli” dan lagi “Tapi bagaimana saya keluar dari opini negatif orang-orang mengenai batak”. Hadeuh, seorang blogger yang ada di seberang sana. Kalo bikin tulisan itu jangan mutar-mutar dong. Kepala saya pusing, membaca ribuan kata yang menjatuhkan batak kemudian beberapa kata yang membela diri bahwa dia tidak sedang melabeli batak.
Oke, saya tau kebanyakan orang batak itu emang tempramental dan apalah. Tapi saya ga akan pernah malu menjadi orang batak. Walau saya bukan orang batak yang perokok, penjudi, berasal dari pulo gadung, dan lain sebagainya. Oia, kenapa saya menuliskan tulisan seperti ini. Iya, soalnya saya miris aja melihat artikel sesorang di blog pribadinya yang menggeneralisasikan batak dan malah dia membuat postingan seperti untuk mengajak agar orang menjauhi orang batak bahkan tidak usah kawin dengan orang batak. Hei, apa masalah kamu sama suku kamu sendiri? Heran dweh. Dan pegang janji saya ini, bahwa jika banyak orang menuding orang batak adalah suku ternegatif di Indonesia, SAYA TIDAK AKAN PERNAH MENYANGKAL DIRI SAYA ORANG BATAK.
Saya memang bukan orang yang lahir di tanah batak, namun sekarang ini saya sedang berada di tanah batak. Masih saya ingat kisah klasik di jaman dulu dengan sahabat saya yang bernama Manda.
“Uli, aku udah tau bahasa batak satu.” Katanya sambil mengacungkan telunjuknya.
“Apa?”
“Butet…”
“Iiihhh, itu bukan bahasa batak. Itu nama adekku…” Kataku ngotot.
“Itu bahasa batak, Li…”
“Bukan…”
***
Cerita lainnya lagi…
“Manda aku udah tau bahasa batak satu…” Kataku senang.
“Apa?”
“Ucok…”
“Uliii… Itu bukan bahasa batak. Itu nama panggilan adekku…”
“Bukan… Nama adekmu Gunung, bukan Ucok…”
“Tapi Mamakku manggil Ucok…”
***Hadaah, sepupu hosana cewek, sedangkan sepupu ku arya cowok***
Okey… Saat itu saya masih sangat kecil dan saya beserta sahabat saya selalu berpikir keras untuk berlomba-lomba tahu bahasa batak setidaknya satu/hari. Ah, masih kecil saya kecintaan mengenai batak sudah tumbuh. Hmmm… Saya curiga, jangan-jangan blogger yang saya maksud di atas  negative thinking sama sukunya sendiri (Batak) adalah orang yang ga pernah diajarin tentang batak oleh orang tuanya.
Iya dweh. Terserah orang lain mau bilang ini postingan SARA apa bukan. Tapi yang jelas tulisan ini hadir karena kepanasan hati saya melihat saudara sesuku menjelek-jelekkan sukunya dan artikelnya telah dibaca banyak orang hanya karena dia pernah mengalami pengalaman tidak mengenakkan dengan orang batak lainnya. Tidak usahlah menggeneralisasikan, masih banyak orang batak yang bertingkah halus dan sopan. Janganlah pula mengatakan bahwa merokok dan judi hanyalah ulah orang batak saja. Ah, entah apa di dalam pikirannya bisa-bisanya dia memposting tulisan yang bikin nangis darah begitu. Sempit sekali pemikirannya.
Suara bisa tinggi, kasar bahkan membentak. Tetapi hati bisa saja sehalus sutra. Jangan menilai dari luarnya saja. Orang batak memang ekspresif namun cenderung menyeramkan. Tapi, apa tidak ada lagi tempat bagi orang-orang untuk menilai bahwa tidak selamanya raut wajah menyeramkan masih tersimpan sebuah kasih. Jangan menggeneralisasikan…!!! TITIK!!!
Supaya lebih berimbang, itulah alasan saya menuliskan ini. Enak aja dia (blogger yang saya maksud) mengarahkan para pembaca untuk mangut-mangut mengenai pandangannya mengenai batak padahal hal itu adalah suatu bentuk sakit hatinya pada beberapa orang batak tertentu. Sekali lagi yuah, jangan malu jadi orang batak. Okey…
Ceritanya abis… :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar